Menjemput Rezeki Yang Berkah Menurut Al – Qur’an

Definisi rezeki dari segi bahasa berasal dari kata razaqa yarzuqu rizqan yang berarti anugerah, kekayaan, harta warisan, nasib, pemberian, atau upah.[1] Sedangkan menurut istilah rezeki bisa disebut sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, baik itu yang dia makan ataupun yang dipakai dari pakaiannya. Dalam istilah lain rezeki memiliki definisi sebagai dikaruniai anak, hujan, gaji, atau segala sesuatu yang didapat tanpa bersusah payah, atau biasa disebut sebagai keberuntungan.[2]

Razaqa dikatakan sebagai sebuah pemberian, yaitu pemberian dari Allah SWT kepada manusia selaku hambanya atau pemberian dari orang lain yang tentunya hal ini atas kehendak-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT.

وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَـٰكُم مِّن قَبْلِ أَن یَأۡتِیَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَیَقُولَ رَبِّ لَوۡلَاۤ أَخَّرۡتَنِیۤ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ قَرِیبࣲ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ

Artinya: “Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesal), ‘Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”

Menjemput rezeki yang berkah menurut Al-Qur’an adalah upaya memperoleh penghidupan yang halal dan membawa kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam Islam, rezeki yang berkah bukan sekadar banyaknya harta, tetapi juga ketenangan dan manfaat yang diberikan oleh rezeki tersebut. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 168.

يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِى الْأَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Baca Juga  Ayat-Ayat Perang dalam Al-Qur'an: Konteks atau Kekerasan?

Ayat ini menegaskan pentingnya mencari rezeki yang halal dan baik (thayyib) serta menjauhi cara-cara yang diharamkan oleh Allah. Memperoleh rezeki dengan cara yang tidak halal dapat

Berkah adalah suatu kebaikan yang bertambah, bermanfaat, yang suci, kekal, dan akan mendapatkan kebahagiaan. Pada mulanya seseorang tidak punya apa-apa, kemudian Allah karunikan keberkahan pada-Nya maka orang itu menjadi mulia. Jika dalam harta terdapat keberkahan, maka harta itu menjadi lebih baik, bermanfaat, bahkan nilai kualitasnya melebihi nilai kuantitasnya. Keberkahan itu datang dari arah yang sering kali tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau diukur, juga dapat dirasakan dalam bentuk pencitraan, derajat, dan kemuliaan. Maka, seseorang yang memperoleh keberkahan akan menjadi manusia yang memiliki tambahan nilai, baik di mata manusia maupun di sisi Allah SWT.[3]

Semua itu terjadi karena Allah tahu kapasitas dan kemampuan kita dalam menerima ujian kekayaan, semua karena kasih sayang Allah kepada hambanya, ada orang yang jika diberi kemiskinan maka dia akan bermaksiat sedangkan jika dia dalam kecukupan maka dia banyak beramal kebajikan. Sebaliknya ada orang-orang yang diberi kemiskinan justru banyak beribadah, sedangkan jika diberi kekayaan akan bermaksiat. Sebagaimana yang dikatakan oleh imam Tirmidzi yaitu : “Bagi tiap sesuatu terdapat ujian dan cobaan, dan ujian  serta  cobaan  terhadap  umatku  ialah  harta-benda”Seandainya  Allah  SWT melapangkan rezeki yang sangat luas kepada hambahamba-Nya, mereka akan melampaui batas-batas tertentu. Namun, Allah menerangkan rezeki diatur dalam kadar tertentu sesuai dengan  kehendak-Nya  karena  Dia  Maha  Mengetahui  secara  detail  danmelihat  secara nyata semua yang dilakukan hamba-Nya.

Selanjutnya,  Allah  Maha  Adil.  Keadilannya  itu  menjadikan  rezekinya  dibagikan secara tidak merata, karena adil itu tidak harus sama. Allah telah mengatur sedemikian rupa  rezeki  seorang.  Itu  sebabnya  Nabi  bersabda,  “Saya  tidak  takut  kalian  itu berkekurangan dalam rezeki. Tapi yang saya khawatirkan melimpahkan rezeki berpotensi membuat orang lupa Tuhan”. Itu pula sebabnya, dengan menimbang kekayaan, yang kaya dituntut bersyukur dan yang miskin dituntut bersabar. Namun, lebih berat bersyukur bagi orang kaya daripada harus bersabar orang miskin karena bersyukur itu menuntut tahu diri. Rasulullah  bersabda,  “Allah  sudah  membagi  rezeki  secara  adil,  tapi  setan  datang menggoda manusia dan menanamkan dalam pikiran manusia apa yang didapatnya belum cukup. Jadi, membuat dia mencari rezeki secara haram.”[4]

Baca Juga  Ekologi dalam Al-Qur'an: Apakah Islam Mengajarkan Aktivisme Lingkungan?

 

 

[1] KH. Imron Hamzah, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Surabaya: Multi Karya Grafika, 1996), hlm. 493.

[2] Mukhlis Aliyudin dan Enjang As, Mempercepat Datangnya Rezeki Dengan Ibadah Ringan, (Bandung: ruang kata imprint kawan pustaka, 2012), hlm.1.

[3]Ahmad Kusaeri, Berkah dalam Perspektif al-Qur’an (Kajian tentang Objek yang Mendapat Keberkahan), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Ushuluddin, 2017), hlm. [19].

[4] Dina Arfianti Siregar, Ismail, dan Misrah, “Rezeki dalam Perspektif Ekonomi Islam, Journal of Global Islamic Economic Studies, vol. 01, no. 01, Mei 2023, hlm. [02]

Share this post
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Pinterest
Komentar

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment