Menjawab Krisis Moral Politik Lewat Etika Al-Qur’an

Krisis moral adalah kondisi ketika nilai-nilai moral, etika, dan norma yang menjadi pedoman perilaku dalam masyarakat mengalami kemunduran, pelemahan, atau pengabaian secara luas. Dalam situasi ini, banyak individu atau kelompok tidak lagi menjadikan nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan kepedulian sosial sebagai dasar dalam bersikap dan bertindak. Menurut Thomas Lickona menyebut krisis moral sebagai kemerosotan nilai-nilai karakter seperti kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, dan kepedulian, yang menyebabkan perilaku menyimpang semakin meningkat.[1]

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia politik baik di tingkat nasional maupun global mengalami penurunan kualitas moral yang signifikan. Politik yang seharusnya menjadi sarana mewujudkan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial, justru sering dijadikan alat untuk mengejar kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Banyak kasus korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, manipulasi hukum, dan praktik tidak etis lainnya yang terus terungkap. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam dunia politik, dari nilai pelayanan publik menjadi nilai keuntungan pribadi (self-interest). Akibatnya, kepercayaan publik terhadap lembaga politik dan para pemimpin menurun tajam, dan masyarakat menjadi semakin apatis terhadap proses politik. Krisis kepercayaan ini memperparah krisis moral, karena tanpa integritas, sistem politik kehilangan legitimasi dan wibawa. Selain itu, derasnya arus globalisasi, modernisasi, dan budaya materialistis juga turut melemahkan komitmen moral para pelaku politik, karena persaingan kekuasaan menjadi lebih keras dan cenderung menghalalkan segala cara.[2]

Untuk mencegah penyimpangan tersebut, Allah telah memberikan peringatan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2):188 :

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Baca Juga  Menjemput Rezeki Yang Berkah Menurut Al – Qur’an

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Ayat ini mengandung larangan keras terhadap beberapa tindakan yang berkaitan dengan harta dan keadilan. Secara umum, ayat ini mengajarkan tentang pentingnya kejujuran, keadilan, dan integritas, terutama dalam urusan finansial.

Maka dari itu seharusnya, Orang-orang yang memegang kekuasaan harus menjunjung tinggi etika politik, karena kekuasaan tanpa etika hanya akan melahirkan penyalahgunaan wewenang dan ketidakadilan. Manusia sebagai makhluk politik (zoon politicon) memerlukan itu sebagai perekat perilaku-perilaku sosial yang berakhlak dan beretika di dalam sebuah masyarakat. Etika (akhlak) merupakan sesuatu yang fundamental dalam membentuk sebuah tatanan masyarakat yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ketika nilai- nilai etika terabaikan, maka akan terjadi kelabilan dan kesenjangan sosial yang pada gilirannya akan semakin membebankan masyarakat terutama di kalangan masyarakat bawah (civil society). Dalam al-Qur’an, ada banyak ayat yang membicarakan tentang konsep atau ajaran etika. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya etika dalam sistem kehidupan manusia. Etika yang diajarkan al- Qur’an mengacu kepada standar yang ditetapkan oleh Allah SWT. Figur yang menjadi contoh konkret dalam bidang etika ini adalah Nabi Muhammad Saw sendiri.

Sebagaiman firman Allah dalam QS. Al-Qalam ayat 4:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Artinya : Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.

Rasulullah sebagai puncak keteladanan serta figur publik sepanjang masa telah memberikan sendi-sendi etika/akhlak kepada umat-Nya.[3]

Dalam menjalankan aktivitas politik, diperlukan landasan moral yang kokoh, dan salah satu pijakan utamanya adalah prinsip-prinsip etika yang terkandung dalam Al-Qur’an:

  1. Nilai Keadilan (‘Adl)
Baca Juga  Mengapa Al-Qur'an Menjadi Sumber Hukum Utama dalam Islam?

 

اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى  (Surah Al-Ma’idah (5):8)

“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”

 

Keterkaitan dalam perilaku politik:

  • wajib bersikap adil kepada seluruh rakyat tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, agama, atau golongan, dalam pembagian anggaran, bantuan, dan jabatan harus berdasarkan kelayakan, bukan karena kedekatan politik.
  1. Nilai Amanah (Tanggung Jawab)

إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤدُّواْ ٱلۡأَمَـٰنَـٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا  (Surah An-Nisa’ (4):58).

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”.

  1. Nilai Kejujuran (Shidq)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا  (Surah Al-Ahzab (33):70.)

 

  1. Nilai Musyawarah (Syura)

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ (Surah Ash-Shura (42):38.).

“…dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka…”

Keterkaitan dalam perilaku politik:

  • Keputusan politik harus melalui proses dialog, partisipasi, dan keterlibatan semua pihak, menghargai perbedaan pendapat dalam lembaga legislatif maupun pemerintahan.

Upaya internalisasi nilai Qur’ani perlu dilakukan melalui pendidikan politik sejak dini, peran aktif tokoh agama dan lembaga negara, serta penerapan nilai etika dalam kebijakan publik. Dengan komitmen bersama, etika Qur’ani dapat menjadi pedoman membangun politik yang adil, berintegritas, dan membawa kemaslahatan bersama. Saat krisis moral melanda politik, etika Qur’ani bukan sekadar wacana melainkan jalan pulang menuju keadilan dan keberkahan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1] Syamsul Bakri, “Agama, Persoalan Sosial, dan Krisis Moral,” Komunika: Jurnal Dakwah dan Komunikasi 3, no. 1 (Januari-Juni 2009): 37-45.

[2] Lailatur Rofidah, “Dekadensi Moral Elit Politik Sebagai Ancaman Kesejahteraan Masyarakat,” Journal of Integrative International Relations, vol. 3, no. 2 (2017): 53-62.

Baca Juga  Memanfaatkan Media Sosial untuk Penyebaran Ajaran Al-Qur'an

[3] Achmad Dardirie, “Etika Politik dalam Perspektif Al-Qur’an,” Al-Tadabbur: Kajian Sosial, Peradaban dan Agama 5, no. 1 (Juni 2019).

Share this post
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Pinterest
Komentar