Overthinking, Anxiety, dan Kesepian di Tengah Dunia yang Ramai

“Menemukan kedamaian lewat Al- Qur’an”

Di tengah arus modernisasi dan kemajuan teknologi yang semakin pesat, kehidupan remaja masa kini menghadapi perubahan besar dalam pola pikir, gaya hidup, dan cara berinteraksi. Media sosial yang awalnya diciptakan untuk mendekatkan, kini justru sering menjadi sumber perbandingan, tekanan sosial, bahkan penyebab kegelisahan batin. Banyak remaja yang merasa harus selalu tampil sempurna, diakui, dan disukai banyak orang, hingga lupa mencari jati diri sejati. Fenomena overthinking, anxiety, hingga rasa kesepian di tengah keramaian menjadi gambaran nyata kehidupan sebagian besar remaja zaman sekarang. Nilai moral mulai bergeser, hal-hal yang seharusnya dijaga justru dipamerkan, dan kebaikan sering dianggap kuno atau “tidak keren.” Dalam situasi ini, banyak remaja yang kehilangan arah, merasa kosong secara spiritual, dan mencari kebahagiaan di tempat yang salah.

Hadirnya jejaring sosial sekarang ini dapat memberikan dampak positif, salah satu contohnya adalah memperlancar komunikasi antarpribadi serta memperoleh lebih banyak berita dan informasi berbeda dengan cepat. Terlepas dari manfaatnya, teknologi jejaring sosial juga menimbulkan dampak buruk bagi penggunanya karena memungkinkan mereka lebih mudah mengalami gangguan Overthinking. Overthinking adalah sebuah kejadian ketika seseorang terlalu memikirkan sesuatu, dan hal ini sudah umum terjadi baik pada kaum remaja maupun dewasa. Banyak dari mereka yang cenderung berpikir berlebihan tentang situasi yang kemungkinan belum tentu terjadi. Overthinking juga termasuk dalam gangguan psikologis atau psychological disoreder karena dapat menyebabkan kecemasan pada individu yang mengalaminya. Kecemasan berlebihan yang dialami seseorang dapat mengakibatkan masalah fisik. Seringkali, Overthinking disebut sebagai “paralysis analysis”, di mana seseorang tanpa henti merenungkan suatu masalah tanpa dapat menemukan solusi. [1]

Baca Juga  Peran Literasi Al-Qur’an dalam Membentuk Generasi Berakhlak Mulia

Namun, Al-Qur’an memberikan nasihat yang lembut sekaligus tegas melalui firman Allah dalam QS. Ali Imran [3]:139:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Artinya: “Janganlah kamu lemah dan jangan pula bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya jika kamu beriman.”

Ayat ini meneguhkan bahwa keimanan adalah kekuatan batin yang mampu mengalahkan rasa takut dan kekhawatiran yang berlebihan. Seorang mukmin tidak seharusnya larut dalam pikiran negatif, karena Allah selalu bersama mereka yang percaya dan berserah diri. Dengan mengingat ayat ini, kita diajak untuk bangkit dari pikiran yang melemahkan, menggantinya dengan keyakinan bahwa Allah sudah menyiapkan jalan terbaik, cukup beriman, berusaha, dan tenang dalam rencana-Nya.

Setelah pikiran yang berlebihan, muncul pula rasa cemas yang terus menghantui, yaitu anxiety. Anxiety atau dalam bahasa Indonesia disebut kecemasan, perasaan takut, khawatir, atau gelisah yang berlebihan terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi. Secara umum, anxiety adalah reaksi alami tubuh terhadap stres atau ancaman. Menurut American Psychological Association (APA), Anxiety adalah emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, kekhawatiran, serta perubahan fisik seperti peningkatan tekanan darah. Menurut  Kementerian  Kesehatan  Republik  Indonesia  Usia  remaja  merupakan  usia  yang  lebih rentan  terkena  masalah  gangguan  kecemasan  dikarenakan  adanya  fenoma  dunia  modern  yang menjadi penyebab meningkatnya kasus tersebut, dan kini dengan adanya media sosial rasa cemas tersebut semakin merebak karena prasangka yang muncul dari diri sendiri, seperti merasa sendirian, terkucilkan, dan bahkan dipermalukan. Bagi penyandang gangguan kecemasan, perasaan-perasaan tersebut  menjadi  semakin  tidak  dapat  dibendung. [2]

Permasalahan anxiety pada remaja yang kerap disebabkan oleh tekanan sosial dan ketidakstabilan emosi dapat dijawab melalui nilai spiritual dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ra’d [13]: 28:

Baca Juga  Matematika dalam Al-Qur’an: Rahasia Angka dalam Wahyu

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

Ayat ini mengajarkan bahwa ketenangan hati tidak bisa diperoleh dari hal-hal duniawi semata, tetapi bersumber dari kedekatan dengan Allah. Anxiety muncul ketika hati terlalu sibuk memikirkan sesuatu, kekhawatiran, dan hal-hal yang di luar kendali. Namun, Allah menegaskan bahwa ketenangan sejati hanya hadir melalui dzikrullah yaitu mengingat dan menyandarkan diri sepenuhnya. Dengan memperbanyak dzikir, shalat, dan mengingat kebesaran Allah, hati yang gelisah akan perlahan menjadi tenteram. Ayat ini menjadi penegasan bahwa solusi untuk kecemasan bukan sekadar menenangkan pikiran, tetapi juga menenangkan hati dengan menghadirkan Allah di dalamnya.

Adapun orang yang mengalami loneliness, loneliness adalah perasaan sedih, hampa, atau terasing karena merasa tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan orang lain meskipun seseorang bisa saja dikelilingi banyak orang secara fisik. Loneliness bukan sekadar keadaan sendirian, tetapi perasaan emosional bahwa tidak ada yang benar-benar memahami, peduli, atau terhubung dengan kita secara mendalam. Loneliness bisa berdampak pada mental dan spiritual, membuat seseorang kehilangan arah, semangat, bahkan makna hidup.[3]

Di balik rasa kesepian yang sering muncul meski berada di tengah keramaian, Allah memberikan pengingat lembut melalui firman-Nya dalam QS. Al-Hadid [57]: 4 :

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ

Artinya: “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.”

Ayat ini mengingatkan bahwa sejauh apa pun seseorang merasa sendirian, Allah tidak pernah meninggalkannya. Kesepian sering kali muncul karena lupa bahwa ada dzat yang selalu menemani, mendengar tanpa syarat, memahami tanpa harus dijelaskan.

Baca Juga  Did You Know? Pengaruh Membaca Al-Qur'an terhadap Kecerdasan Emosional

Pada akhirnya, overthinking, anxiety, dan kesepian bukan sekadar persoalan mental, tetapi juga panggilan hati yang kehilangan arah menuju Tuhannya. Dunia yang ramai sering kali menipu, membuat manusia sibuk mencari ketenangan di luar, padahal sumber kedamaian sejati telah Allah titipkan dalam Al-Qur’an. Maka, ketika hati resah dan pikiran tak menentu, kembalilah pada firman-Nya. Di sanalah letak ketenangan yang tidak dapat diberikan oleh dunia mana pun. Saat manusia berpegang pada Al-Qur’an, ia tidak hanya menemukan ketenangan, tetapi juga menemukan dirinya kembali utuh, kuat, dan beriman.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1] Abdul Rohman, ”OVERTHINKING DAN CARA MENGATASINYA ( PERSPEKTIF AL-QUR’AN KAJIAN TAFSIR MAUDHU’I)”, ” Skripsi, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Hlm.1

[2] Encep Muhammad Fajri, “Problematika Anxiety Disorder pada Remaja di Era Modern,” Jurnal Ilmu Pendidikan dan Psikologi (JIPP), Vol. 2, No. 3 (Juli–September 2024): 95–102

[3] Mita Julita, Frischa Meivilona Yendi, Yarmis Syukur, dan Soeci Izzati Adlya, “Loneliness pada Siswa Pelaku Self-Harm (Loneliness in Students Who Commit Self-Harm),” Sibatik Journal: Jurnal Ilmiah Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi, dan Pendidikan, Universitas Negeri Padang, E-ISSN: 2809-8544.

Share this post
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Pinterest
Komentar