Ulama’ Pewaris Para Nabi
Sungguh sangat menakjubkan dalam suatu hadisnya Rasulullah saw bersabda, “ulama’ adalah pewaris para Nabi”.Pernahkah terlintas dipikiran anda suatu penyataan seberapa besar bobot kapasitas ulama’ sampai sampai Nabi kita memberikan atribut kepada mereka sebagai pewaris para Nabi.
PENGERTIAN ULAMA’
Secara bahasa, kata ulama’ berasal dari kata alim yang merupakan ism fa‘il dari kata dasar ‘ilm. Jadi alim adalah orang yang berilmu. Kata ‘ulama’ ini kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia untuk arti orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam. Menurut kamus al-Mu’jamul Wasit ulama’ adalah orang yang mempunyai banyak ilmu. Secara makna umum, menurut Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, ulama’ adalah orang-orang yang mengemban Al-Qur’an dalam mengimplementasikan agama, perintah dan hukum-hukum Allah. Sedangkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Darda’ disebutkan bahwa para ulama adalah orang-orang yang diberi peninggalan dan warisan oleh para nabi, “Dan para ulama adalah warisan (peninggalan) para nabi. Para nabi tidak meninggalkan warisan berupa dinar (emas), juga dirham (perak), akan tetapi mereka meninggalkan warisan berupa ilmu, maka barang siapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagiannya secara sempurna”.[1]
KEISTIMEWAAN ULAMA’
Tinjauan menurut Al-Qur’an di antaranya:
- QS. Al-Fathir: 28
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”.
Menurut Ibnu Katsir bahwa sesunggunya orang yang berilmu di antara hamba-hamba Allah adalah orang yang tidak menyekutukannya dengan apapun juga, menghalalkan sesuatu yang telah dihalalkan, mengharamkan sesuatu yang telah diharamkan, dan berkeyakinan bahwa sesungguhnya dia akan menemui-Nya dan dihisab segala amal perbuatannya.
Prof. Dr.H. Mahmud Yunus menambahkan: “Jika kita melihat lebih dalam lagi, ayat ini didahului dengan ilustrasi yang diberikan Allah terhadap fenomena-fenomena alam. Jelaslah ayat ini mengandung makna bahwa seorang ulama manakala ilmunya bertambah maka bertambah pulalah rasa takutnya kepada Allah”.
- QS. Al-Ankabut: 49
بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا العلم
“Bahkan Al Qur’an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu”
Ayat ini melukiskan bahwa orang-orang yang berilmu mampu memahami ayat-ayat yang ditutunkan oleh Allah berupa Al-Qur’an. Syeikh Muhammad bin Ali ash-Shobuni mengatakan dalam tafsirnya, bahwa al-Qur’an adalah ayat-ayat yang jelas kemukjizatannya dan kuat argumentasinya yang menerangkan bahwa ia berasal dari Allah dan terjaga dalam dada para ulama.
- QS. An-Nahl: 43, Al-Anbiya’: 462
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
Tampaklah di sini bahwa Allah menjadikan orang-orang yang berilmu sebagai tempat untuk bertanya karena mereka jika menjawab pastilah menjawab dengan berdasarkan ilmu yang kevalidannya dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun menurut hadits Rasulullah saw di antaranya?
- HR. Abu Darda’:
يَسْتَغْفِرُ للعالم مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Senantiasa memohonkan ampun bagi ulama’ apa-apa yang ada di langit dan di bumi.”
Kedudukan manakah yang melebihi dari kedudukan orang yang mana malaikat langit dan bumi sibuk memohokan ampunan baginya.
- HR. Abu Darda; HR. At-Thabrany dan Ibnu Abdil Bar:
لَمَوْتُ قَبيْلَة أَيْسَرُ مِنْ مَوتِ عَالِمِ
“Sungguh demi Allah, matinya satu kabilah masih lebih ringan daripada matinya seorang ulama”.
Lihatlah bagaimana kapasitas diri seorang ulama’ yang masih lebih berat daripada kapasitas satu kabilah. Sehingga apabila seorang ulama meninggal dunia maka, kerugian tidak hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, akan tetapi itu dapat dirasakan oleh satu komunitas massa.[2]
MENGHORMATI ULAMA
Sesungguhnya seseorang tidak akan mendapatkan suatu ilmu yang bermanfaat kecuali ia senantiasa memuliakan ahlinya yaitu ulama. Melihat begitu besarnya kapasitas ulama maka pantaslah jika penghormatan selalu tertuju kepada mereka.
Tidakkah anda heran dengan apa yang diucapkan oleh seorang ulama sekaliber Imam Ali bin Abi Thalib dimana beliau berkata: “Aku adalah budak bagi seorang yang mengajarkanku, meskipun hanya satu ilmu.[3]
Beliau yang seperti kita kenal adalah seorang yang dimana Rasulullah saw pernah berkata: “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu kotanya.”Beliau tidak mengatakan seperti itu kecuali dengan ilmunya beliau tahu seberapa besar bobot kapasitas ulama.
Dalam suatu syairnya, beliau pernah berkata:
رَأَيْت أَحَقَّ الْحَقِّ حَقَّ الْمُعَلِّمِ وَأَوْجَبَهُ حِفْظًا عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Aku tahu bahwa tidak seorang guru itu harus diindahkan melebihi segala hak dan lebih wajib dijaga oleh setiap muslim”.
لَقَدْ حَق أَنْ يُهْدَى إِلَيْهِ كَرَامَةً لِتَعْلِيمِ حَرْفِ وَاحِدٍ أَلْفُ دِرْهَم
“Sebagai (balasan) memuliakan guru, amat pantaslah jika beliau diberi seribu dirham meskipun hanya mengajarkan satu huruf.”
Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad pernah berkata: “Jika kamu ingin tahu para wali Allah saat ini (pada jaman beliau) lihatlah kepada… (sambil menyebutkan nama beberapa orang padahal mereka semua adalah para murid beliau) dan sungguh saya bertabaruk kepada mereka”.
Lihatlah beliau memuliakan para ulama meskipun mereka adalah murid-muridnya, dan beliau sendiri adalah ulama yang kedudukannya sangat tinggi.
Seorang hakim, Imam Fakhruddin Al-Arsabandi, pemuka para Imam yang ada di negeri Marwa, adalah seorang yang dimuliakan dan dihormati oleh Sultan dengan penuh penghormatan. Pada suatu saat beliau pernah berkata: “Adapun sebab saya memperoleh derajat (kedudukan) ini, karena saya selalu menghormati guru. Dulu saya berkhidmah (melayani) guruku Imam Abu Yazid Ad-Dabusi. Saya melayani beliau dan memasakkan untuknya makanan, sedangkan saya tidak ikut makan makanan itu (sebagai sikap penghormatan kepada beliau)”.
Pernah juga diceritakan dalam suatu kisah yang menarik untuk direnungkan. Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Atthas sangat menghormati guru beliau Habib Sholeh bin Abdullah Al-Atthas. Pernah suatu kali keduanya bepergian dan menginap pada suatu rumah. Karena begitu besarnya sikap penghormatan beliau kepada gurunya sampai-sampai beliau tidak mampu tidur dan senantiasa terjaga sepanjang malam.[4]
Melalui pemaparan di atas, dapat kita pahami bahwa ulama bukanlah sekadar orang berilmu, namun mereka adalah pewaris tugas kenabian dalam membimbing umat menuju cahaya kebenaran. Kemuliaan, keutamaan, serta keberkahan hidup seorang ulama tidak hanya tampak dari luasnya ilmu yang mereka miliki, namun juga dari akhlak mulia dan pengaruh positif yang mereka tebarkan kepada masyarakat. Maka, sudah semestinya kita menghormati, memuliakan, dan mengambil manfaat dari para ulama dengan penuh ketawadhu’an, karena menghormati ulama berarti menjaga warisan para nabi. Dan sungguh, kehilangan seorang ulama adalah kehilangan cahaya bagi umat.
[1] Moh. Romzi, Ulama dalam Perspektif Nahdlatul Ulama, Institut Agama Islam Nurul Jadid, Probolinggo, hlm. 42
[2] ¹Ust. Muhammad Anshor, Mafahim, (Jl. Gayungsari Barat XI Blok GC No. 7 Surabaya: Hai’ah Ash‑Shofwah Al‑Malikiyyah), hlm. 27.
[3] Pedoman Belajar Pelajar dan Santri, terjemah Ta’limul Muta’allim, Syeikh Zamuji, al-Hidayah Surabaya.
[4] Imam ʻAbdullāh bin ʻUmar az‑Zarnūjī, Ādāb Ṭālib al‑ʻIlm (Adab Siswa Ilmu), vol. 1, hlm. 28.