Dari Surau ke Dunia: Kiprah Santri dalam Membangun Peradaban Islam

Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, sebuah momentum bersejarah yang bukan sekadar seremoni, tetapi wujud penghargaan atas perjuangan, pengabdian, dan dedikasi para santri dalam menjaga agama, bangsa, dan peradaban.
Hari Santri bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menatap masa depan, bahwa semangat keilmuan, keikhlasan, dan cinta tanah air yang lahir dari pesantren akan terus hidup di setiap generasi.

Di tengah gemuruh zaman dan derasnya arus modernisasi yang tak pernah berhenti, peran santri tetap menunjukkan relevansinya dan justru semakin penting dalam membentuk arah peradaban. Dari surau yang sederhana di pelosok negeri, lahirlah peradaban besar yang berakar pada keikhlasan, keilmuan, dan akhlakul karimah. Dari pesantren yang tampak sunyi dan jauh dari hiruk pikuk dunia, muncul gagasan-gagasan cemerlang yang menerangi dunia menjadi pelita bagi umat, penuntun bagi bangsa, dan penggerak bagi lahirnya generasi beradab. Santri bukan hanya penjaga tradisi, tetapi juga penafsir kemajuan, bukan sekadar murid yang menimba ilmu, tetapi juga pejuang yang menyalakan nilai-nilai keislaman di tengah tantangan global.

pesantren telah menjadi pusat pembentukan karakter bangsa. Di sana, para santri menimba ilmu dengan penuh kesungguhan, di bawah bimbingan para kiai dan ulama yang ikhlas mengajar tanpa pamrih. Mereka belajar bukan hanya untuk menguasai ilmu, tapi untuk menghidupkan nilai  ilmu tersebut. Perjalanan panjang santri dimulai dari tempat sederhana yang jauh dari hiruk pikuk dunia, tiada lain adalah pesantren. Di tempat itulah ilmu agama diajarkan dengan penuh ketulusan. Santri belajar bukan untuk mengejar dunia, tetapi untuk menegakkan kebenaran dan kemaslahatan umat.

Baca Juga  Seminar Fiqih Wanita: Kupas Tuntas Masalah Haid, Nifas, dan Istihadhah.

Di pesantren, adab didahulukan daripada ilmu. Santri diajarkan untuk menghormati guru, menjaga lisan, dan menahan ego sebelum berbicara. Ilmu tanpa adab dianggap belum sempurna. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

(HR. Ahmad)

Hadist ini menjadi pedoman utama pendidikan pesantren: membentuk manusia yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tapi juga matang secara spiritual dan moral.
Santri tidak hanya menimba ilmu untuk dirinya, tetapi untuk menjadi pelita bagi lingkungannya. Pesantren menanamkan keyakinan bahwa perubahan besar dimulai dari diri sendiri. Dari disiplin, kesederhanaan, dan keikhlasan, lahirlah kekuatan moral yang menggerakkan masyarakat.

Kini, tantangan santri tidak lagi berbentuk penjajahan fisik, tetapi penjajahan intelektual dan moral. Di era digital, arus informasi yang tak terbendung dapat mengikis nilai-nilai keislaman jika tidak diimbangi dengan ilmu dan adab.

Namun santri tidak tinggal diam. Mereka bangkit dan beradaptasi. Dengan semangat ijtihad, santri masa kini menjelma menjadi penulis, jurnalis, akademisi, pebisnis, bahkan pengembang teknologi. Mereka membawa nilai pesantren ke ruang global, nilai kejujuran, keikhlasan, dan keseimbangan.

Santri modern bukan berarti meninggalkan khazanah keilmuan klasik, tetapi memperluas cakrawala pengabdian. Mereka menulis jurnal ilmiah, mengelola platform dakwah digital, hingga menjadi penggerak sosial di berbagai bidang.

Peran santri dalam perjalanan bangsa ini bukanlah kisah masa lalu yang selesai dibaca, melainkan kisah yang terus ditulis oleh generasi demi generasi. Dari surau yang sederhana hingga ruang digital yang tak berbatas, santri tetap menjadi penyalur cahaya ilmu dan penjaga nilai-nilai kemanusiaan.

Allah ﷻ berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS. Al-Mujādilah [58]: 11)

Baca Juga  Darul Qur’an Awards 2025: Merarangkai Prestasi Dengan Berjuta Aksi

Ayat ini mengingatkan bahwa ilmu dan iman adalah dua kekuatan yang memuliakan manusia. Semangat itu hidup di dada para santri, mereka bukan hanya pewaris tradisi ulama, tapi juga pembangun masa depan peradaban Islam.

Di momentum Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025, mari kita meneguhkan kembali semangat keikhlasan, cinta ilmu, dan pengabdian untuk agama dan bangsa. Dari surau ke dunia, santri akan terus menjadi lentera peradaban.

Selamat Hari Santri Nasional 2025.

Santri Siaga Jiwa Raga, Menjaga Agama, Membangun bangsa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Share this post
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Pinterest
Komentar