Prespektif Al-Qur’an Tentang Keadilan dalam Transaksi Jual Beli
Jual beli secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti. Sedangkan menurut istilah adalah akad saling menganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya. Dengan kata “saling mengganti” maka tidak termasuk di dalamnya hibah, dan yang lain yang tidak ada saling menganti, dandengan kata “harta” tidak termasuk akad nikah sebab walaupun ada saling ganti namun ia bukan menganti harta dengan harta akan tetapi halalnya bersenang senang dengan istri, dan dengan kata “kepemilikan harta dan manfaatnya untuk selama lamanya”,maka tidaktermasuk di dalamnya akad sewa karena hak milik dalam sewa bukan kepada bendanya akan tetapi manfaatnya.[1]
jual beli itu termasuk hukum mujmal yang telah ditetapkan hukumnya oleh Allah dalam kitabnya dan dijelaskan tata caranya melalui lisan Nabinya atau termasuk hukum umum yang dimaksudkan berlaku khusus, lalu Rasulullah s.a.w. menjelaskan apa yang dimaksud dengan kehalalannya serta apa yang diharamkam darinya; atau dia masuk ke katagori keduanya; atau termasuk hukum umum yang dibolehkan Allah kecuali yang diharamkannya melalui lisan nabinya dan sumber hukum yang semakna.[2]
Sebagaimana firman Allah dalam (QS. al-Baqarah [2]: 275)
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya : “padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Etika dalam berbisnis seperti yang telah diteladani Rasulullah yaitu Nabi Muhammad saw, di mana sewaktu muda ia berbisnis dengan memperhatikan kejujuran, kepercayaan dan ketulusan serta keramah-tamahan. Kemudian mengikutinya dengan penerapan prinsip bisnis dengan nilai siddiq, amanah, tabligh, dan faṭanah, serta nilai moral dan keadilan. Sekarang ini terdapat kecenderungan berbisnis yang kurang sehat antar sesama pengusaha muslim atau bahkan dengan yang lainnya, sebagai contoh misalnya, pengusaha yang menjatuhkan dan menjelek-jelekkan rekan maupun produk dari apa yang mereka usahakan, sehingga jika tidak diatasi, tentu akan menimbulkan persoalan di kalangan dunia usaha yang tidak sehat.[3]
Adapun firman Allah dalam QS. An-Nisa [4]: 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sungguh, Allah Maha Penyayang padamu.”
Ayat ini mengajarkan prinsip keadilan, transparansi, dan etika dalam setiap transaksi ekonomi.
Islam menekankan bahwa harta yang diperoleh dari cara yang tidak sah akan menghilangkan keberkahan dan mendatangkan dosa. Transaksi yang adil dan berdasarkan suka sama suka adalah kunci terciptanya keharmonisan dalam masyarakat.
Keadilan dalam jual beli menurut Al-Qur’an adalah prinsip yang harus diterapkan dalam setiap transaksi ekonomi. Islam mengajarkan agar jual beli dilakukan dengan kejujuran, transparansi, dan tidak merugikan pihak lain. Penjual dan pembeli diharuskan untuk bertransaksi atas dasar kerelaan bersama, menggunakan timbangan dan takaran yang adil, serta menghindari praktik-praktik yang curang atau merugikan. Dengan demikian, transaksi ekonomi yang adil tidak hanya bermanfaat secara materi, tetapi juga mendatangkan keberkahan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Isra: 35)
Prinsip keadilan ini tercermin dalam berbagai ayat Al-Qur’an yang mengatur tentang etika dalam muamalah (interaksi sosial dan ekonomi) dan memberikan pedoman bagi umat Islam dalam berbisnis.
[1] Abdul Aziz Muhammad Azam. Fiqh Muamalat, penerjemah Nadirsyah Hawari (Jakarta: Amzah, 2010) cet 1, hlm23-24.
[2] Hidayatul Azqia (2022) JUAL BELI DALAM PERSPEKTIF ISLAM Al-Rasyad, Vol. 1, Institut Tazkia Bogor.
[3] Syaifullah M.S. ETIKA JUAL BELI DALAM ISLAM Vol, 11. No. 2, IAIN Palu.