Ekologi dalam Al-Qur’an: Apakah Islam Mengajarkan Aktivisme Lingkungan?
Ekologi dalam Al-Qur’an: Apakah Islam Mengajarkan Aktivisme Lingkungan?
Agama sebagai sumber norma manusia, mempunyai komitmen dan tanggungjawab menuntun umatnya dalam mempunyai etika terhadap lingkungan hidup. Agama sebagai sumber nilai dapat merubah alam menjadi suatu sumber kehidupan yang positif (manfaat) maupun negative (madharat). Pendekatan pendidikan lingkungan hidup dengan menggunakan Islam sebagai sistem nilai dan norma untuk memecahkan masalah kehidupan seluruh makhluk di bumi ini sebagai ungkapan rasa tanggung jawab. Lingkungan hidup merupakan satu kesatuan system dan memiliki hubungan yang sangat banyak dengan penghuni, banyak interaksi dan korelasinya. Lingkungan hidup dalam pandangan Islam tidak terlepas dari proses penciptaan Allah yang tidak secara kebetulan.
Kejadian alam semesta yang sistematik mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud, keesaan dan kebesaran Allah. Mengingat karena semua kerusakan atau pencemaran lingkungan disebabkan karena ulah manusia, maka amar ma’ruf nahi mungkar adalah cara terbaik untuk menanggulangi hal tersebut dengan tinjauan secara teologis dan fenomenologis. Islam mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan dan memberikan pedoman yang kuat terkait ekologi dalam Al-Qur’an dan Hadis. Prinsip-prinsip ekologi dalam Islam tercermin dalam ajaran tentang keseimbangan, tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi, larangan kerusakan, serta penghormatan terhadap alam sebagai ciptaan Allah.[1]
Manusia sebagai Khalifah di bumi adalah konsep utama dalam Islam yang menekankan peran manusia sebagai pengelola, penjaga, dan pemimpin di bumi. Kata khalifah berasal dari bahasa Arab yang berarti “pengganti” atau “wakil”. Dalam konteks Al-Qur’an, manusia diangkat sebagai khalifah Allah di bumi untuk menjalankan amanah dalam menjaga keseimbangan kehidupan dan menjalankan syariat-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah:30 yang berbunyi:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'”
Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk menjaga keseimbangan ekologi sebagai bagian dari amanah yang diberikan Allah. Konsep ini terangkum dalam istilah mīzān (keseimbangan),yang berarti seluruh ciptaan Allah berada dalam sistem yang seimbang, yang harus dijaga oleh manusia. Eksploitasi berlebihan dan perusakan lingkungan dianggap melanggar perintah Allah karena mengganggu harmoni ekosistem yang telah dirancang secara sempurna. Dengan demikian, manusia sebagai khalifah di bumi memiliki tanggung jawab untuk memelihara alam dan menjalankan perannya secara bijaksana.[2]
seperti yang Allah sebutkan dalam surah Ar-Rahman (55:7-9):
وَالسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ ٱلْمِيزَانَ
أَلَّا تَطْغَوْا۟ فِى ٱلْمِيزَانِ
وَأَقِيمُوا۟ ٱلْوَزْنَ بِٱلْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا۟ ٱلْمِيزَانَ
Artinya: “Dan langit telah Dia tinggikan, dan Dia ciptakan keseimbangan,
agar kamu jangan merusak keseimbangan itu,
dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.”
menjaga keseimbangan alam menurut perspektif Al-Qur’an bukan hanya tanggung jawab ekologis, tetapi juga kewajiban spiritual yang mencerminkan kepatuhan manusia kepada Allah. Dengan menjalankan amanah sebagai khalifah di bumi, manusia diharapkan mampu menjaga harmoni antara alam dan kehidupan melalui sikap adil, bijaksana, dan bertanggung jawab. Upaya menjaga keseimbangan ekologi adalah bentuk ibadah yang mulia, sekaligus investasi untuk kelestarian bumi bagi generasi mendatang.[3]
[1] Muhaimin (2020) PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUPDALAM PERSPEKTIF ISLAM, jurnal Pendidikan dan Pranata Islam Vol.11 No.1
[2] Izzi Dien, Mawil. (2000) The Environmental Dimensions of Islam. Lutterworth Press.
[3] Nasr, Seyyed Hossein. (1998) Man and Nature: The Spiritual Crisis in Modern Man. Harper & Row.