Ayat-Ayat Perang dalam Al-Qur’an: Konteks atau Kekerasan?
Perang adalah kata yang sensitive dan controversial dalam kehidupan manusia. Sensitiftas kata ‘perang’ didasarkan pada beberapa hal; pertama, perang berarti legalisasi terhadap kekerasan, pembunuhan dan sebagainya. Kedua, perang menonjolkan sikap rivalitas terhadap kelompok lain. Sementara sifat controversial karena bertentangan dengan nilai-nilai kemnausian dan keagamaan.[1]
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam mengandung beragam tema, salah satunya adalah ayat-ayat yang berbicara tentang perang. Ayat-ayat ini sering menjadi bahan diskusi dan perdebatan, baik di kalangan muslim maupun non-muslim. Sebagian menganggapnya sebagai bukti bahwa Islam mendorong kekerasan, sementara yang lain melihatnya dalam konteks sejarah dan pembelaan diri. Jadi, bagaimana kita seharusnya memahami ayat-ayat perang dalam Al-Qur’an?
Ayat-ayat perang dalam Al-Qur’an sering menjadi bahan diskusi dan perdebatan. Memahami ayat-ayat ini secara kontekstual berarti memperhatikan latar belakang sejarah, sosial, dan situasi tertentu saat ayat tersebut diturunkan. Ayat-ayat tersebut tidak bisa ditafsirkan secara terlepas dari konteks zamannya atau digunakan sebagai aturan umum tanpa melihat situasi spesifik yang melatarinya.
Sebagian besar ayat-ayat perang dalam Al-Qur’an diturunkan dalam konteks sejarah tertentu, terutama saat umat Islam di Mekah dan Madinah menghadapi ancaman fisik dan politik dari kaum musyrikin. Misalnya, Surah Al-Baqarah ayat 190 menyatakan:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا۟ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ
Artinya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)
Al-Qur’an memang memperbolehkan tindak kekerasan tetapi pada saat tertentu dan dengan persyaratan yang sangat ketat sekali serta sangat dipengaruhi aspek kesejerahan ketika ayat-ayat tersebut diturunkan. Al-Qur’an sama sekali tidak mengijinkan tindakan kekerasan apalagi terorisme atas nama Tuhan. Di dalam al-Qur’an, pengertian jihad fi sabilillah sebenarnya lebih menekankan pada upaya atau perjuangan meningkatkan ibadah semata-mata karena Allah dan bukan untuk kepentingan yang lain.[2]
Secara literal, jihad berarti bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga untuk mencapai tujuan. Namun secara terminologi, terma jihad bermakna upaya sungguh- sungguh dalam memperjuangkan hukum Allah. Ulama pelopor mazhab empat bersepakat memaknai jihad sebagai memerangi kekufuran. Kata jihad ini memang relatif pendek tetapi implikasinya luar biasa dalam masyarakat Islam baik secara umum maupun dalam lingkup personal seorang Muslim. Jihad sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh atau dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang sekuat tenanga demi memperoleh keridhaan Ilahi, Baik secara individual maupun kolektif.[3]
Namun demikian, terdapat juga ayat-ayat yang mengacu pada perjuangan fisik atau pertahanan terhadap agama dan komunitas Muslim. Dalam konteks ini, pemahaman kontekstual memerlukan pemahaman yang mendalam tentang kondisidi mana ayat-ayat tersebut diturunkan, seperti peperangan yang terjadi pada masa awal Islam dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh umat Muslim saat itu. Penting untuk dicatat bahwa pemahaman kontekstual terhadap konsep jihad dalam Al-Qur’an membutuhkan keseimbangan antara pemahaman teks secara akurat dan pemahaman yang sensitif terhadap konteks sejarah dan social.
Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surah At-Taubah (9:41)
اِفْرَحُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Berangkatlah kamu (untuk berperang), baik dalam keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Memahami ayat-ayat perang secara kontekstual membantu kita melihat bahwa perang dalam Islam bukanlah tujuan, melainkan cara terakhir untuk melindungi hak-hak dasar seperti kebebasan beragama dan keadilan. Ayat-ayat ini juga menekankan pentingnya etika dalam perang dan mendorong perdamaian jika memungkinkan. Tafsir yang tepat memerlukan pemahaman atas konteks historis, situasi spesifik, dan prinsip-prinsip umum Al-Qur’an yang mengedepankan keadilan dan kasih sayang.[4]
[1] Syahidin (2015) TEKS DAN KONTEKS PERANG DALAM AL-QUR’AN. Jurnal pemikiran keislaman dan tafsir hadist, El-Afkar Vol. 4 Nomor II, IAIN Bengkulu.
[2] Junaidi A. (2014) RADIKALISME AGAMA: Dekonstruksi Tafsir Ayat-Ayat “Kekerasan” Dalam Al-Qur’an, 282 Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Volume 8, Nomor 2, IAIN Raden Intan Lampung.
[3] M. Irsyad (2016) JIHAD DALAM Al-QUR’AN (Studi atas Penafsiran Muhammad Sa’id Ramadan al-Buti tentang Jihad) UIN Alauddin Makassar.
[4] NurJannatul W (2024) PEMAHAMAN KONSTEKTUAL TERHADAP KONSEP JIHAD DALAM AL-QURAN Contextual Understanding Of The Concept Of Jihad In The Qur’an Jurnal Kajian Agama dan Multikulturalisme Indonesia 3(3): 67–70 (STAIN) Bengkalis.