Menjadikan masalah sebagai Peluang menurut Al-Quran

Di dalam perjalanan hidup masalah pasti akan datang. Setiap manusia, tanpa memandang usia, latar  belakang, atau kedudukannya, pasti akan dihadapkan pada berbagai masalah. Masalah adalah suatu kesulitan yakni situasi di mana seseorang menghadapi tantangan yang membutuhkan usaha lebih untuk mengatasinya, bingung  seperti merasa “hilang arah” dalam pikiran,adanya  penghambat yang membuat sesuatu yang kita inginkan tidak berjalan lancar dan tertunda, atau penyimpangan. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, manusia di hadapkan dengan situasi berat seperti ekonomi, hubungan sosial, kesehatan  dan lainya. Tetapi di sisi lain masalah dalam hidup membawa pesan yang dalam yaitu kita tak bisa menghindari masalah, tetapi kita selalu bisa memilih cara untuk menghadapinya.[1]

Ada sebuah hadist , yakni Rasulullah SAW bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلَا وَصَبٍ، وَلَا هَمٍّ، وَلَا حُزْنٍ، وَلَا أَذًى، وَلَا غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Artinya: “ Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu kelelahan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, atau kesusahan, bahkan sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya karena itu “.(HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)

Islam dengan landasan Al Quran mengajarkan manusia dalam menghadapi masalah. Al-Qu’ran memberikan alternatif solusi dalam menghadapi tantangan, kesulitan dan masalah kehidupan. Islam merupakan agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmatan li alamiin, yakni agama yang membawa rahmat kasih sayang bagi seluruh alam semesta, baik untuk umat manusia maupun makhluk lainnya. Ini merujuk pada sifat dasar Islam yang menekankan kasih sayang, keadilan, kedamaian, dan kebaikan untuk semua makhluk di dunia. Ajaran-ajarannya senantiasa menyebarkan kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini.[2]

Baca Juga  Did You Know? Pengaruh Membaca Al-Qur'an terhadap Kecerdasan Emosional

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS –Toha ayat 2 :

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى

Artinya: “Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar engkau menjadi susah”.

Dalam pandangan Al-Qur’an , setiap masalah yang menimpa manusia bukanlah sekadar beban, melainkan peluang untuk bertumbuh dengan cara mencari ilmu dan menerima nasihat, memperbaiki diri dalam berbagai aspek kehidupan, dan meraih kedekatan dengan Allah. Masalah juga dipandang sebagai sarana untuk melatih kesabaran dan memperkuat tawakal kepada Allah. Sabar adalah kemampuan untuk menahan diri dari rasa gelisah, marah, atau putus asa dalam menghadapi cobaan, serta tetap teguh dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan Tawakkal adalah sikap berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan usaha (ikhtiar) semaksimal mungkin. menerima cobaan merupakan sebuah proses pelatihan diri yang sangat berat. Jika seseorang mengembalikan semua masalahnya kepada Allah Swt, dan selalu berusaha untuk mencari solusi atau jalan dalam menghadapi permasalah tersebut, serta yakin akan pertolongan dari Allah Swt, dengan kata lain tetap meingangat Allah Swt. dalam kondisi apapun, maka orang tersebut akan merasa tentram, dan lapang pada hatinya. Selain itu kebiasaan ini akan melahirkan sikap tenang baik itu terhadap akal pikiran maupun hati, serta mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa panik, yang mana hal ini dapat membuat orang tersebut lebih mudah untuk mencari jalan maupun solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang atau akan dihadapi.[3]

Sesungguhnya tantangan yang datang juga memberikan kita peluang untuk melakukan muhasabah, Muhasabah ialah introspeksi, mawas, atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkan setiap saat. Oleh karena itu muhasabah tidak harus dilakukan pada akhir tahun atau akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat. Dalam menghadapi kesulitan, seorang Muslim diajak untuk merenungkan kehidupannya, memperbaiki kesalahan yang telah lalu dengan cara mengakui kesalahan dan jujur, minta maaf, mengubah perilaku dan sikap untuk ke depanya, dan juga meningkatkan tanggung jawab. Dengan masalah manusia akan menjadi sadar akan keterbatasanya , hal ini akan menjadikan manusia memperkuat hubungan spiritual dengan Allah SWT melalui doa, dzikir, dan taubat.

Baca Juga  Matematika dalam Al-Qur’an: Rahasia Angka dalam Wahyu

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an  surat Fathir (35): 15 :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد

Artinya : “Wahai manusia! Kamulah yang membutuhkan Allah, sedangkan Allah, Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”

Ayat ini mengajarkan kita untuk menyadari betapa kita tidak berdaya tanpa Allah. Ayat ini juga menjadi dasar mengapa orang beriman akan memperkuat hubungan spiritualnya saat menyadari keterbatasan dan kehinaannya di hadapan Allah SWT. Masalah menjadi peluang yang sangat berharga untuk menyucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. [4]

Maka, alih-alih terpuruk, seorang mukmin seharusnya melihat masalah sebagai panggilan untuk bangkit dan jalan menuju keberkahan yang lebih besar, sebagaimana Allah berjanji dalam Al-Qur’an bahwa “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6). Setiap ujian adalah kesempatan untuk memperkuat iman, memperdalam tawakal, dan memperbaiki hubungan dengan Allah. Dengan sikap yang benar, masalah bukan lagi beban, tetapi menjadi jembatan menuju kematangan spiritual dan kesuksesan hidup di dunia maupun akhirat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1] Fiki Alghadari dan Arie Purwa Kusuma, Pendekatan Analogi untuk Memahami Konsep dan Definisi dari Pemecahan Masalah, Prosiding SNMPM II, Prodi Pendidikan Matematika, Unswagati, Cirebon, 10 Maret 2018, hlm. 113

[2] Evita Yuliatul Wahidah, “Resiliensi Perspektif Al Quran,” Jurnal Islam Nusantara, Vol. 02, No. 01, Januari–Juni 2018,hlm. 3

[3] Zulfikar Ghazali, “Mendarah Dagingkan Al-Qur’an,” Cross-Border: Jurnal Kajian Perbatasan Antarnagara, Diplomasi dan Hubungan Internasional, Vol. 1, No. 1, Maret 2018, hlm. 95–110.

[4] Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam (Menjawab Problematika Kehidupan), (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka, 2006), hlm. 83.

Baca Juga  Ekologi dalam Al-Qur'an: Apakah Islam Mengajarkan Aktivisme Lingkungan?
Share this post
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Pinterest
Komentar

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment